Sabtu, 09 April 2011

Asal Mula Kota Pekanbaru


 PUTRI KACA MAYANG
Pada zaman dahulu, di tepi sungai Siak berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan Gasib mempunyai panglima yang gagah perkasa dan di segani, Panglima Gimpam namanya. Selama ia menjadi panglima Kerajaan Gasib, tiada satu pun kerajaan lain yang dapat menaklukkannya.
Raja Gasib mempunyai seorang puteri tunggal yang amat termasyhur kecantikannya, bernama Putri Kaca Mayang. Namun demikian tak seorangpun berani meminang Putreri Kaca Mayang ini. Semua raja merasa segan kepada Raja Gasib yang terkenal mempunyai panglima Gimpam yang gagah berani itu.
Pada suatu hari, Raja Aceh memberanikan dirinya meminang Putri Kaca Mayang. Untuk menyampaikan maksud pinangannya itu, maka diutusnyalah dua orang panglimanya menghadap Raja Gasib. Tapi sayang, pinangan tersebut ditolak oleh Raja Gasib. Dengan perasaan kesal kembalilah kedua utusan itu ke Aceh.
Mendengar laporan kedua utusannya tentang penolakan Raja Gasib, Rajah Aceh sangat kecewa dan merasa terhina. Raja Aceh sangat marah dan berniat membalas dendam dengan memerangi Kerajaan Gasib.  
Karena Raja Gasib telah mengenal sifat Raja Aceh, maka dipersiapkannya pasukan perang kerajaan untuk menghadapi serangan yang mungkin terjadi. Panglima Gimpam memimpin penjagaan di Kuala Gsib, yaitu daerah di sekitar muara Sungai Siak.
 
Rupanya segala persiapan Kerajaan Gasib diketahui oleh Kerajaan Aceh. Mereka mengetahui bahwa panglima gimpam berada di Kuala Gasib. Oleh sebab itu pasukan Aceh berusaha mencari jalan lain untuk masuk ke Gasib. 
Sebagai penunjuk jalan, dibujuknya seorang penduduk Gasib yang tahu seluk beluk negeri Gasib. Awalnya, penduduk itu tak ingin mengkhianati negerinya, namun siksaan yang diterimanya membuat penduduk itu terpaksa memberi petunjuk jalan darat menuju ke arah Gasib. Dengan melalui jalan darat, maka sampailah prajutit Aceh ke negeri Gasib tanpa melewati penjagaan Panglima Gimpam dan anak buahnya. Pada saat prajutit Ace memasuki negeri gasib dan mulai menyerang penduduk, Raja Gasib sedang bercengkeramah dengan keluarga istana. Raja Gasib tidak menyadari bahwa musuhnya telah memporakporandakan kampung dan penduduknya.
Ketika prajurit Aceh telah menyerbu halaman istana, barulah Raja Gasib sadar, namun perintah untuk melawan sudah terlambat. Semua pengawal yang tidak sempat mengadakan perlawanan telah tewas di ujung rencong Aceh. Istana dengan mudah dikepung, dan Raja Gasib tidak dapat berbuat apa-apa, selain tetap berdiri di tempat. Dalam sekejap, prajurit Aceh berhasil melarikan Puteri Kaca Mayang yang cantik jelita itu. 
Panglima Gimbam datang dari Kuala Gasib, dan melihat pasukan Gasib yang sudah bersimbah darah. Panglima Gimpam sangat marah dan bersumpah untuk membalas kekalahan kerajaan Gasib serta membawa kembali Puteri Kaca Mayang ke istana. Maka, saat itu juga Panglima Gimpam berangkat ke Aceh untuk menunaikan sumpahnya itu. Dengan kesaktiannya, tak berapa lama sampailah Panglima Gimpam di Aceh.

  Prajurit Aceh telah mempersiapkan diri menyambut kedatangan Panglima Gimpam. Di pintu istana, telah disiapkan dua ekor gajah yang besar untuk melawan Panglima Gimpam. Tetapi sesampainya Panglima Gimpam di gerbang istana, ia melompat ke punggung gajah yang semula disiapkan utuk melawannya itu. Dengan kesaktian dan keberaniannya, dibawanya kedua gajah yang telah dijinakannaya itu ke istana untuk diserahkan kepada Raja Aceh.
 
Raja Aceh sangat terkejut melihat keberanian dan kesaktian Panglima Gimpam menjinakkan gajah yang dipersiapkan untuk membunuh Panglima Gimpam. Akhirnya Raja Aceh mengaku kesaktian Panglima Gimpam dan diserahkannya kembali Puteri Kaca Mayang kepada Panglima gimpam. 
Setelah menerima Puteri Kaca Mayang, Panglima Gimpam segera pulang ke Gasib dengan membawa Puteri Kaca Mayang yang sedang sakit. Dalam perjalanan pulang, penyakit Puteri Kaca Mayang semakin parah. Angin yang begitu kencang membuat Puteri susah untuk bernapas. Sesampainya di muara Sungai Kuantan, Puteri Kaca Mayang tidak kuat lagi menahan sakitnya, dan meninggal dunia dalam perjalanan pulang. Dengan diliputi rasa duka yang mendalam, Panglima Gimpam terus berjalan membawa jenazah Puteri Kaca Mayang ke hadapan Raja Gasib. 
Melihat Puteri Kaca Mayang telah wafat, seisi istana dan penduduk negeri Gsib berkabung. Jenazah Puteri Kaca Mayang segera dimakamkan di Gasib. Sejak kehilangan puterinya, Raja Gasib sangat sedih dan kesepian. Semakin hari kesedihan Raja Gasib semakin dalam. Untuk menghilangkan bayangan puteri yang asmat dicintainya itu, Raja Gasib memutuskan utuk meninggalkan istana dan menyepi ke Gunung Ledang, Melaka.
Sepeninggal Raja Gasib, Panglima Gimpam pun tidak ingin tinggal di istana ataupun menguasai Kerajaan Gasib. Sifatnya yang setia, tidak membuatnya ingin menikmati kesenangan di atas kesedihan orang lain. Dia pun tidak mau mengambil milik orang lain walupun kesempatan itu ada di depannya.
Akhitnya, atas kehendaknya sendiri, Panglima Gimpam berangkat meninggalkan Gasib dan membuka sebuah perkampungan baru, yang dinamakannya Pekanbaru. Sampai saat ini, makam Panglima gimpam masih dapat kita saksikan di Hulu Sail, sekitar 20 km dari kota Pekanbaru.

Sumber Buku   : CERITA RAKYAT MELAYU
Penerbit            : BALAI KAJIAN DAN PENGEMBANGAN BUDAYA MELAYU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar